Kader dan petinggi parpol terjerat korupsi menjadi berita yang menghiasi media akhir-akhir ini. Teranyar, publik dikejutkan penetapan petinggi partai Islam sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi oleh KPK. Sebelumnya, ICW mencatat ada 44 kader parpol terjerat kasus korupsi dari Januari – Juni 2012. Sebanyak 21 orang berasal dari kalangan atau mantan anggota dewan di pusat maupun di daerah, 21 orang dari kepala daerah atau mantan dan dua orang pengurus partai.(Mediaumat.com, 6/10/2012)
Dalam sistem demokrasi kapitalisme bukanlah hal aneh bila kader dan petinggi parpol banyak terjerat kasus korupsi. Hal ini bukanlah semata-mata kesalahan individu tetapi sistem politik demokrasi yang mahal.
Biaya politik tinggi itu menjadi ciri bawaan demokrasi kapitalisme. Pemilihan penguasa dan wakil rakyat melalui pemilu membutuhkan dana besar untuk membangun citra, mengenalkan calon, mendapatkan kendaraan partai, membujuk pemilih, menggerakkan mesin partai dan sebagainya. Bukan sistem politik demokrasi kalau tidak berbiaya tinggi. Dengan sifat seperti itu, sistem politik demokrasi menjadi sistem yang buruk dan berbahaya bagi kepentingan rakyat.
Tak ayal, pragmatisme menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi parpol, baik partai sekular, nasionalis bahkan partai yang mengaku partai Islam sekalipun. Publik pun melihat tidak ada bedanya partai Islam dengan partai sekular/bukan Islam. Lalu elit/pengurus partai Islam dipandang sama saja dengan pengurus partai umumnya.
Jelang pemilu 2014 dipastikan akan gaduh dan makin ramai dengan korupsi. Hal ini karena biaya Pemilu 2014 pun diperkirakan lebih mahal daripada Pemilu 2009, terlebih setelah sistem pemilu makin terbuka serta ideologi dan pragmatisme masyarakat makin cair.
Sistem dan perilaku politik dan pribadi politisi sangat dipengaruhi oleh paradigma politik yang dianut. Paradigma politik kapitalis adalah fokus pada masalah kekuasaan, meraih dan mempertahankan kekuasaan. Sedangkan dalam Islam, politik (as-siyasah) itu adalah bagian dari syariah, akidah Islam harus menjadi landasannya.
Paradigma politik Islam adalah pemeliharaan urusan umat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai hukum-hukum Islam secara kaffah. Dengan paradigma politik Islam ini, yang menjadi fokus perhatian para politisi dan penguasa adalah pemeliharaan urusan dan kemaslahatan umat. Dari situ lahirlah perilaku politisi yang senantiasa memperhatikan urusan dan kepentingan umat. Kualitas seorang politisi dalam Islam diukur dari sejauh mana tingkat kepedulian dan pemeliharaannya atas urusan dan kepentingan umat.
Semua aktivitas politik itu bukan hanya berdimensi duniawi tetapi yang lebih melekat lagi adalah dimensi ukhrawi, yaitu pertanggungjawaban di hadapan Allah atas sejauh mana ri’ayah (pemeliharaan) terhadap urusan rakyat. Maka bila ingin membasmi korupsi tidak cukup hanya memperbaiki individu, sistem politik yang berbiaya tinggi ini pun harus ditinggalkan. Politisi sejati dan pemerintah yang bersih hanya bisa diwujudkan dengan penerapan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah. Wallahu alam.
Sumber : tribun-timur